manusia hanya bisa berusaha, dan Allah lah yang menentukan

ya allah tuhanku

khusni mutamakin

kehidupan di dunia hanya sementara

khusni mutamakin

Rabu, 18 Mei 2011

MBACOTE WONG2 EDAN ( EKSTASE )

1. Syeikh Abdul Qodir mengikuti madzhab hanbalikarena wasiat Nabi yang merasa kasihan dengan punahnya madzhab.
2.

Senin, 27 Desember 2010

BIOGRAFI KH. DACHLAN SALIM ZARKASYI


Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi seisinya, yang telah melimpahkan anugrah kepada kita semua. Hingga saat ini kita masih merasakan anugrah itu yang berupa kesehatan, keimanan dan mahabbah orang-orang yang terpilih menjadi Ahlul qur’an.

Sholawat dan salam mari kita sanjungkan ke pangkuan insan terpilih, insan teladan sepanjang zaman dan penerima wahyu dari ar-Rohman berupa al-Qur’an yang membawa manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang.

Syukur dan terimakasih kepada Allah yang telah mempertemukan kita kepada seorang guru al-Qur’an yang sangat arif dan penuh wawasan, pendobrak system pengajaran yang sudah lama yang berjalan dari zaman ke zaman, penerima ilmu dari Allah SWT. Untuk mempersatukan umat dari berbagai kelompok dan golongan, sehingga merasa satu dan bersatu dalam tujuan. Yaitu, menyebarluaskan ilmu baca al-Qur’an yang benar, fasih dan penuh keikhlasan. Beliau adalah al-Mukarrom Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi yang sangat teliti dan hati-hati di setiap langkah yang dilalui.

Menurut kami beliau adalah

1. “Seorang waliyullah yang sangat amat pandai dalam menyembunyikan kewaliannya”

Pada suatu saat saya sowan silaturrahim, kebetulan tidak ada tamu selain saya. Beliau mengajarkan kepada saya tentang tawadhu’, ilmu sufi, sampai beliau menjelaskan dengan cerita si A, si B dan seterusnya semua itu waliyullah. Ada sebuah foto yang beliau tunjukkan kepada saya seraya dawuh, “Ini adalah waliyullah yang sangat pandai menyembunyikan kewaliannya”. Berhubung saya belum kenal yang di foto itu, saya bertanya “Siapakah ini yai?” beliau menjawab, “Beliau adalah Gus Mik”. Kemudian saya matur secara sepontan, mungkin di luar kesadaran saya, “Kalau begitu Pak Kyai juga waliyullah karena

لا يعرف الولى الا الولى

Sambil wajah beliau menunduk dan berkaca-kaca beliau diam dan tidak berkomentar. Menurut pendapat saya diamnya beliau adalah menunjukkan bahwa tebakan saya adalah benar berdasarkan firman Allah:

اللهُ وَلِىُّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِصلى

Artinya, “Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”. (al-Baqoroh:257)

2. “Beliau adalah seorang hafidz yang amat sangat pandai menyembunyikan kehafidhaannya”

Beliau sering dawuh kepada saya, “Alhamdulillah guru al-Qur’an saya semua hafidh”.

TPA Darul Istiqomah, saya termasuk orang yang ikut khidmat di sana. Tempo dulu, setiap anak khotam ijazahnya ditandatangani oleh al-Mukarrom Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi (Pengasuh TPA Raudlotul Mujawwidin). Pada khotam ke tiga tahun 1993 yang khotam di TPA Darul Istiqomah ada 100 anak, seperti biasa saya sowan ke Semarang mohon tandatangan beliau dengan ijazah yang sudah tertulis rapi. Nama Bapak K.H. Dahlan, kami kasih tambahan AL HAAFIDH. Dengar tutur bahasa yang tidak menyakitkan hati, beliau berkata, “Saya ndak berani nandatangani”. Saya berkata, “Kanapa yai?”. Beliau menjawab, “Saya kan tidak hafidh, kok ditulis al-hafidz. Maaf ya, dibetulkan nanti saya akan tandatangani”. Dengan hati marem tapi penuh harap, saya pulang ke kudus untuk membenahi ijazah.

Walaupun begitu hati tetap percaya dan yakin, bahwa Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi adalah seorang hafidh. Buktinya, setiap ada orang baca al-Qur’an, satu ayat bahkan satu kalimat saja beliau sudah bisa menyimpulkan karakter bacaan orang tersebut.

Suatu hari ada tamu seorang hafidh dan minta ditashih. Beliau dawuh, “Sudah ndak usah, langsung serahkan saja foto dan identitas anda, nanti akan kami buatkan Syahadah”. Peristiwa semacam ini berulangkali terjadi, berpuluh-puluh para hafidh yang ingin ditashih Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi. Pada akhirnya suatu hari saya sowan silaturahim. Beliau sudah duduk diruang tamu, setelah saya salam dan salim, seperti biasa dengan senyum has, saya dipersilahkan duduk. Tidak lama kemudian Pak Bunyamin membawa dua cangkir teh. Satu untuk yai Dahlan satu untuk saya. Kemudian Bapak K.H. Dahlan bercerita, “Kemaren ada tamu seorang hafidh minta saya tashih, kemudian saya niat ngaji (berguru dengan orang itu). Akhirnya kami tashih, ternyata menurut aturan Qiraati orang itu belum lulus, karena banyak kesalahan”. Dengan peristiwa itu, walaupun hafidh tetap harus ditashih.

Bahkan beliau dawuh kepada saya, “Pak Halimi bila ada orang hafidh minta di simak bacaannya, simak saja dengan niat ngaji pada orang itu” kata-kata itu yang menjadi kami mau menyimak bacaan orang-orang yang kami tidak kenal.

Bukti bahwa Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi adalah seorang hafidh adalah dawuh seorang waliyullah di Moga Pemalang Mbah Nor Moga.

Kyai Dahlan cerita, “Saya itu orang yang senang ziarah silaturahim pada waliyullah, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Pada suatu hari saya silaturahim ke Mbah Nor Moga. Di sana banyak tamu, sampai rumah beliau penuh dengan tamu. Berhubung saya datangnya kari (belakangan), maka saya duduk di pojok ruangan”. Mbah Nor berkata, “Ngaji al-Qur’an 2 tahun apal al-Qur’an iku biasa, 2 bulan apal, biasa. Dua hari apal, yo biasa, seng luar biasa, ono wong ngaji al-Qur’an 2 daqiqoh (2 detik) apal, iku luar biasa. Iki ono wonge neng kene (ada di sini) opo sampean ora pengen weruh wonge?” tanya Mbah Nor pada para tamu. Para tamu serentak jawab, “Inggih kepengen mbah”. Kemudian Mbah Nor jawab sambil menunjukkan jarinya ke arah pojok ruangan (Pak Yai Dahlan), “Iku lo wonge”. Semua wajah berpaling memandang pak Yai Dahlan. Kemudian Yai Dahlan bilang pada saya, “Saya bingung waktu itu, wong saya tidak apal kok dibilang apal al-Qur’an”.

Untuk kami (Achmad Chalimi) yakin dengan haqqul yaqin bahwa al-Mukarrom Bapak K.H. Dahlan adalah seorang hafidh.

Bukti bahwa Bapak K.H. Dahlan adalah seorang yang hafidh, pada waktu beliau wafat banyak teman-teman Bapak K.H. Dahlan yang bilang pada ustadz Bunyamin bahwa Bapak K.H. Dahlan adalah seorang hafidh. Bahkan ada seorang teman beliau memaksa pada ustadz Bunyamin untuk bersaksi bahwa Bapak K.H. Dahlan adalah hafidzh dengan kalimat, “Bunyamin kamu harus bersaksi bahwa ayahmu itu hafal Qur’an”. Ustadz Bunyamin menolak kesaksian itu, namun teman Yai Dahlan tadi memaksa pada Ustadz Bunyamin. Akhirnya, ustadz Bunyamin bersaksi bahwa ayah adalah seorang hafidh. Jawab teman Yai tadi, “Gitu dong, tinggal bersaksi saja kok ndak mau”.

3. Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi adalah seorang tawadhu’ tidak mementingkan diri sendiri, melainkan yang dipentingkan adalah masalah umat. Sangat menghormati tamu, melalaikan kehormatan pribadi. Setiap tamu yang datang pasti disambut dengan senyum dan tutur kata yang membuat tamu merasa krasan dan betah di sampingnya.

Pada suatu hari ada seorang yang kebingungan dalam hidupnyadatang bertamu. Seperti biasanya tamu tadi disambut dengan senyum dan tutur kata yang indah. Tamu yang berinisial M.N. bicara banyak. Akhirnya berkata pada beliau, “Pak Dahlan, saya ini orang yang benci agama, agama yang paling saya benci apa pak Dahlan tau?” Tanya tamu tadi. Beliau menjawab, “Ya ndak tahu”. Kemudian tamu tadi menyahut kata-kata, “Agama yang paling saya benci adalah agama Islam”. Beliau tidak marah, tapi senyum manis yang menyambut sambil mempersilahkan tamu tadi minum teh yang telah disuguhkan. Tamu tadi terheran-heran kenapa pak Dahlan tidak marah? Kemudian tamu tadi pamit pulang, beliau mengantar sampai teras. Setelah tamu tadi agak jauh beliau masuk rumah.

Pada hari berikutnya tamu M.N. tadi datang lagi, dan seperti biasanya, disambut dengan senyum has beliau, dipersilahkan duduk, kemudian disuguhi air teh. Tamu tadi juga berkata yang sama, “Pak Dahlan, saya adalah orang yang benci agama, dan agama yang paling saya benci adalah agama Islam”. Dengan senyum dan tutur kata yang indah, tamu tadi dipersilahkan minum teh, bahkan diajak makan siang bersama. Setelah makan dan minum tamu tadi berpamitan sambil heran kenapa pak Dahlah tidak marah, malah diajak makan siang bersama. Kemudian beliau antar tamu tadi sampai di luar. Setelah agak jauh baru beliau masuk rumah.

Di hari ke tiga tamu tadi datang lagi. Setelah dipersilahkan duduk tamu tadi bilang, “Pak Dahlan tolong saya diajari sholat dan ngaji!” Dengan merasa terharu yang disembunyikan beliau, beliau menjawab, “InsyaAllah silahkan datang kapan saja, akan kami ajarkan sholat dan ngaji” Akhirnya M.N. menjadi seseorang yang paling tekun dengan bimbingan beliau. Sampai dengan pergi ibadah haji, beliau yang membimbing

سبحان الله والحمد لله

Pada tahun 1996 kami merasakan betul perhatian dan keprihatinan beliau terhadap masalah pendidikan al-Qur’an, khususnya di Kudus. Karena tajamnya pikiran dan felling beliau, sebingga beliau merasakan adanya pelaksanaan amanah koordinator cabang (korcab) yang dulu disebut dengan istilah koordinator daerah (korda) yang asal-asalan. Di Kudus -sebagaimana yang kami ceritakan- terdapat dua Korda, yaitu Korda I dan Korda II. Akhirnya beliau dawuhi ustadz Bunyamin untuk super visi (turba) ke Kudus dengan cara merekam keberhasilan anak didik tentang bacaan Qiraati dan al-Qur’annya. Ustadz Bunyamin didawuhi merekam TPQ bimbingan Korda Kudus I yang kurang berhasil dan TPQ Korda Kudus II yang terbaik, nenengah dan kurang berhasil.

Karena waktu yang kurang memadai, maka ustadz Bunyamin mengajak kami mendatangi 3 TPQ bimbingan Korda Kudus II. Yaitu:

1.TPQ Tashilul Murottilin Kudus Kota (terbaik)

2.TPQ… Peganjaran (sedang)

3.TPQ Roudlotul Mujawwidin Sambeng Karang Malang (kurang berhasil)

Bacaan santri TPQ tersebut direkam oleh ustadz M. Saifuddin yang waktu itu menjabat Sekretaris Korda Kudus I. Bahkan, ditemukan KBM dari salah satu TPQ tersebut ada guru yang mengajar 3 anak sekaligus dengan jilid yang berbeda. Kami memperhatikan ustadz Bunyamin sangat sedih dan setiap saat sering tarik nafas panjang sambil geleng-geleng kepala. Kami pun diam dan tidak berani bicara panjang lebar karena kami merasa ikut menjadi bagian orang Kudus. Hal tersebut menjadi guru besar kami untuk introspeksi diri dan mawas diri. Kurang lebih jam 5 sore, ustadz Bunyamin mengajak kami berpamitan pulang. Kami pun tambah bingung “kok gitu ya?” (istilah kami nyolok moto).

Sepulang dari Kudus, hasil rekaman tersebut dihaturkan pada beliau Bapak K.H. Dahlan. Setelah kaset disetel dan didengarkan, beliau sedih sambil terus-menerus membaca istighfar. Kesedihan beliau adalah tanda bakti perhatian beliau terhadap pendidikan al-Qur’an dan wawasan beliau tentang nasib guru pengajar al-Qur’an yang sembrono. Karena kita mengajarkan 1 kalimat saja dari al-Qur’an salah, maka kita akan “pesiun dosa”. Maka dari itu beliau berwasiat, “Jangan ajarkan al-Qur’an yang salah, karena yang benar itu mudah”. Wasiat ini adalah kendali yang kokoh dan luar biasa bagi kita sepanjang zaman. Mari kita sadari!

Setelah mendengarkan semua hasil rekaman dari Kudus tadi. Kemudian beliau memberikan tugas kepada ustadz Bunyamin untuk silaturahim ke Gus Ulin Nuha Arwani. Ustadz Bunyamin pun datang ke Kudus mengajak kami sowan ke Gus Ulin, namun akhinya kami bertemu di rumah Gus Ulil Albab Arwani. Ustadz Bunyamin kami derekke dengan pengurus Korcab I: KH. A. Musyaffa’ al-Hafidh, Ustadz M. Saifuddin dan saya (Achmad Chalimi). Dan dari pihak Korcab Kudus II: KH. Ulin Nuha Arwani al-Hafidh, KH. Ulil Albab Arwani al-Hafidh dan KH. Manshur al-Hafidh. Kemudian ustadz Bunyamin menjelaskan maksud kedatangannya adalah perintah dari beliau bapak KH. Dahlan untuk melaporkan hasil di Kudus khususnya di 3 TPQ dan menyerahkan hasil rekaman tersebut.

Setelah bicara banyak membahas kesana-kemari, tentang proses KBM TPQ di Kudus dan hasilnya, maka beliau dan pengurus Korcab Kudus II sepekat untuk mengadakan pembenahan-pembenahan, dan akhirnya diselenggarakan pertemuan sekaligus pembinaan istilah dulu) di MAK Banat Krandon.

Pada tahun yang sama sekitar 1996 bulannya saya lupa, ada rombongan tamu dari Kudus bersilaturahim. Seperti biasa tamu disambut dengan senyum dan tutur kata yang indah. Setelah beliau berbicara tentang hal-hal yang menyangkut pendidikan al-Qur’an. Satu ustadz dari rombongan tadi mohon ditashih oleh beliau. Jawab beliau, “Tidak usah, saya yakin dari Kudus al-Qur’annya baik-baik karena Mbah Arwani”. Namun ustadz tadi memaksa, akhirnya dia ditashih oleh beliau. Namun, baru disuruh baca Qiraati jilid VI halaman 20 saja sudah banyak yang salah baca. Apalagi lembaran-lembaran yang ditulis oleh beliau, tentu banyak lagi salahannya. Akhirnya beliau berkata, “Berhubung ustadz bacaannya banyak yang salah, maka menurut Qiraati ustadz tidak lulus”. Kemudian ustadz tadi menjawab sambil menunjukkan syahadah dari Ma’arif Kudus berkata, “Saya kan sudah lulus tashih di Kudus. Ini buktinya dari Ma’arif, saya dikasih Syahadah”. Jawab beliau, “Karena ustadz banyak salah baca, maka mnurut Qiraati ustadz tidak lulus”.

Rombongan pulang, kemudian di Kudus heboh ada kata-kata yang tersebar “Bapak K.H. Dahlan mengatakan bahwa Ulama’ Kudus tashihnya tidak sah”: Kata-katanya diplintir untuk mengobati kekecewaan. Kudus semakin memanas situasinya. Akhirnya kesepakatan Penguras Ma’arif dengan Qiraati pusat mengadakan tashih ulang yang diadakan di MAK Banat Rrandon dirawuhi Ustadz Bunyamin dan ustadz Imam Murjito. Tashih diadakan 2 hari dengan jumlah peserta 140 ustadz-ustadzah. Hari pertama 70 orang yang lulus 8 orang. Hari kedua 70 orang yang lulus 12 orang. Dari 140 orang yang lulus 20 orang.

Dengan hasil kelulusan yang kurang memuaskan, di antara peserta ada yang bicara di forum, “Bapak, kami ini adalah guru-guru yang sudah lama mendidik al-Qur’an, tapi kenapa hasilnya kok seperti ini, ini berarti bapak menjatuhkan kami” dengan kecewa ustadzah itu berbicara kepada ustadz Bunyamin. Jawab ustadz Bunyamin, “Bapak ibu, ustadz ustadzah, kami dari Semarang datang ke sini (Kudus) bukan menjatuhkan bapak ibu, namun membangkitkan bapak ibu”. Namun, jawaban yang bijaksana dari ustadz Bunyamin itu tidak bisa diterima dengan logowo.

Akhirnya situasi di kalangan Korcab Kudus II (dulu ada dua koordinator) dengan semarang semakin panas, sampai ulama Kudus mengecab “al-Mukarrom Bapak K.H. Dahlan Salim Zarkasyi berani mengatakan ulama Kudus tashihnya tidak sah”.

Kami (korcab Kudus I) menjadi gelisah atas situasi yang meresahkan umat. Bahkan mencaci dan memojokkan Bapak K.H. Dahlan. Akhirnya kami (Achmad Chalimi) mohon izin kepada Bapak K.H. Dahlan untuk menemui K.H. Sya’roni al-Hafidh demi ketentraman dan keharmonisan umat Namun jawab Bapak K.H. Dahlan, “Tidak usah”. Kami pun tidak berani menemui K.H. Sya’roni al-Hafldh. Situasi semakin menjadi-jadi, kami pun minta izin lagi kepada Bapak K.H. Dahlan, namun beliau tidak mengizinkan. Yang ketiga kali kami minta izin kepada beliau untuk menemui K.H. Sya’roni al-Hafidh. Kami mengutarakan alasan, “Pak yai” matur kami kepada beliau, “kami tidak rela pak yai dimaki-maki dan dijelek-jelekkan oleh orang, mohon diizikan saya tak menjelaskan kepada yai Sya’roni atas peristiwa rombongan dari Kudusyang salah satunya minta ditashih oleh pak yai. Akibatnya terjadi kerenggangan di antara kita”. Namun, jawab beliau, “Tidak usah. wong saya yang dijelek-jelekkan kok kamu yang tidak rela!!!”

Karena tiga kali kami isti’dzan tidak diijini, maka terpaksa kami sowan K.H. Sya’roni tanpa izin dari beliau. MasyaAllah hasilnya saya kualat (terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan hati). Itulah di atara sifat mahmudah dari beliau (Bapak K.H. Dahlan). Andaikata apa yang kami lihat, kami tahu dan apa yang kami saksikan dari beliau kami beberkan di sini mungkin satu minggu tidak rampung.

4. Bapak K.H. Dahlan adalah seorang ulama yang sangat istimewa dan sangat tawadhu’ namun pandai menyembunyikan keistimewaannya. Sangat memikirkan umat, dengan tulus ikhlas tanpa pamrih dan siang malam yang dipikirkan adalah umat dari segala aspek.

Kami pernah didatangi beliau + 1995 siang-siang + jam 2 siang. Beliau naik angkut umum dengan ustadz Fuad Zen. Kedatangan beliau mengejutkan kami, beliau berkata, “Pak Halimi hari ini di Kudus ada khataman di desa Japan Colo (gunung Muria) tolong saya diantar” berhubung beliau tidak membawa kendaraan sendiri, maka kami cari mobil. Namun, hanya mendapat mobil yang tidak layak dinaiki beliau (mobil baru mau dicat, jadi masih didempul).

Sepanjang jalan beliau, kami pun perhatikan, Selaiu membaca hamdalah dan tasbih dan matanya berkaca-kaca. Dan beliau berkata kepada saya, “Pak Halimi, andaikata saya menangis mulai bangun tidur sampai menjelang tidur kembali karena syukur, itu belum imbas atas nikmat Allah yang diberikan kepada kami. Daerah pelosok pegunungan, jalan naik-turun dan lika-liku begini kok qiraati ada, dan ilmu mengajar al-Qur’an bekembang di sini, itu semua minAllah”.

Sesampai di tempat khotmil qur’an, acara dimulai. Giliran sambutan dari beliau diucapkan M.C., namun masih menangis syukur dan menugaskan kami untuk maju mewakili beli’au. Ada seorang ustadzah yang tanya kepada saya, “Pak mau tanya, anak-anak itu loh kok kalau belajar rame dan sulit dikendalikan, akhimya pelajaran kurang difahami, bagaimani mengatasi hal tersebut?” Pertanyaan ustadzah tersebut kami jawab, “Sebelum ibu mengajar hadiyah Fatihah dulu pada Bapak K.H. Dahlan.!”

Bagaimana tanggapan beliau atas jawaban kami pada ustadzah tersebut? Beliau diam. Kesimpulan kami beliau mengizinkan meridhokan.

Ini dikuatkan oleh Habib Husain al-Yahya dari Kudus sewaktu adik saya (Ali Rif an) matur pada Habib Husain. Kata adik saya, “Bib, anak-anak ini kok suit diatur. Mohon nasehatnya!” Habib Husian bilang, “Ajak anak-anak bertawasul pada K.H. Dahlan, pasang gambar beliau, anak-anak suruh baca Fatihah untuk beliau dan pandang bersama foto beliau”. Saran dari Habib Husain tadi dilaksanakan adik saya. Dia minta foto Bapak K.H.Dahlan sama saya, padahal saya hanya punya satu foto lukisan beliau. Jawab kami, “Nanti kami mintakan pak Bin bila kami ke Semarang”. Kami dikasih dua fotonya Bapak K.H. Dahlan oleh pak Bin, satu untuk adik dan satu untuk saya. Sampai sekarang kebiasaan proses KBM di TPQ adik saya sebelum masuk kelas doa bersama membaca MT dan tawajjuh kepada guru. Hasilnya sungguh luar biasa, anak-anak tekun belajar dan KBM lancar.

Keikhlasan dan semangat yang tak kunjung padam dari Bapak K.H. Dahlan adalab suatu uswah bagi kita semua. Semoga Allah menjadikan keteladanan beliau, membawa umat termasuk kita menjadi khoiro ummah. Amin ya Robbal Alamin.

Berikut ini kami sampaikan sebuah sya’ir:

Ulama akhir terbagi dua #

Ada ulama yang istimewa

Kerja semangat punya pikiran #

Tidak berputus sama Tuhan

Ulama kedok bersemangat #

Membimbing kawau seiuruh rakyat

Hati terdorong pada nafsu #

Menuju dunia pikiraya palsu

Beliau sering berwasiat kepada siapa saja yang berkunjung, termasuk saya. Ada tiga wasiat yang sering beliau berikan kepada para muridnya, yaitu:

Guru al-Qur’an harus: 1 – Sering tahajjud

2- Sering tadarrus

3-Ikhlas

Tiga hal ini adalah kimci keberhasilan amal ibadah seseorang.

* Tahajjud: Ayo santri gage tangi sholat tahajjud #

Diparingi penjaluke wongkang sujud

Melek-melek wong turu gagean melek #

Yen wes melek amal sholih nggo kito dewek

Untung temen jam telune kito tangi

Yen wes tangi gage tandang sholat bengi

* Tadarrus: Ilmu iku dadi obor dadi damar #

Ayo ngaji mumpung Qur’an ijih gumelar

Qur’an iku mu ‘jizat yang paling agung #

Nyelametaken penyakit susah lan bingung

Qur’an hadis ijma’ qiyas sumberane #

Kanggo ngatur urip kito neng dunyane

* Ikhlas: Untung temen wonge ayu neng baguse #

Sayang temen atine longko ikhlase

Wadon shobar dadi kembangane jagat

Banget ikhlase ayune ngliwati adat

Niat amal wajib ikhlas ajo liyan

Banget larang koyo regane berlian

Di hari-hari saya berjumpa dengan beliau +tahun 2000 beliau mendatangi khotaman di TPQ Darul Istiqomah yang terakhir (TPQ yang kami ikut khidmad di situ) dengan keadaan fisik beliau yang menurut saya sudah seharusnya tidak bepergian, namun beliau rawuh di khotaman yang ke 10 TPQ Daml Istiqomah dengan keadaan berjalan harus dengan payah. SubhanAllah, keikhlasan beliau dan perhatian beliau pada kita menjadi kenangan sepanjang zaman. Semoga Allah menerima semua amal sholihnya dan memaafkan kehilafannya. Amin.

Pada hari Jum’at Legi Desember tanggalnya saya lupa tahun 2000, karena saya tidak bisa sowan ke Semarang, saya suruh anak saya Sucipto untuk ke Semarang. Beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau berpesan kepada anak saya lewat Pak Bunyamin, “Pak Halimi diarep-arep (ditunggu kedatangannya) oleh ayah” kata ustadz Bunyamin. Kemudian esok harinya, Sabtu Siang saya sowan ke Semarang. Saya dipersilahkan masuk kamar beliau yang sedang tiduran, oleh ustadz Bunyamin. Begitu saya mengucapkan salam, beliau yang sedang tiduran, mau duduk tapi tidak bisa karena keadaan fisik yang sangat lemas.

Kemudian saya duduk di lantai, namun beliau meminta saya untuk duduk di sebelahnya, sambil dawuh, “Pak Halimi, kok lama sekali tidak ke sini? (padahal minggu lalu saya sudah sowan)”. Kata beliau, “Saya kangen pak Halimi”. Jawab saya, “Mohon maaf yai, ini saya baru bisa sowan”. Jawab beliau dengan suara yang terteteh-teteh, “Ndak apa-apa, aku ingin pesen sama sampean”. “nggih yai” jawab saya. “semoga hidup kita diridloi Allah” kata beliau. “amin” jawab saya. Kemudian beliau berwasiat sama saya, “Mari kita ikhlas dalam berjuang dan beramal!!!” itulah kalimat akhir sekaligus wasiat akhir beliau pada kami (IKHLAS).

Semoga kami bisa belajar melakukan ikhlas dan diaku menjadi murid beliau.

Amin ya Robbal Alamin.

Sabtu, 25 Desember 2010

Visi Misi dan Ciri-Ciri Metode Qiraati

Membudayakan Membaca al-Qur’an dengan Tartil

Misi Qira’ati

1. Mengadakan pendidikan al-Qur’an untuk menjaga, memelihara kehormatan dan kesusian al-Qur’an dari segi bacaan yang tartil.
2. Menyebarkan ilmu dengan memberi ujian memakai buku Qira’ati hanya bagi lembaga-lembaga/guru-guru yang taat, patuh, amanah dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh koordinator.
3. Mengingatkan para guru agar berhati-hati jika mengajarkan al-Qur’an.
4. Mengadakan pembinaan para guru/calon guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan pengajar-an al-Qur’an.
5. Mengadakan Tashih untuk calon guru dengan obyektif.
6. Mengadakan bimbingan metodologi bagi calon guru yang lulus tashih.
7. Mengadakan tadarus bagi para guru ditingkat lembaga atau MMQ yang diadakan oleh koordinator.
8. Menunjuk/memilih koordinator, kepada sekolah dan para guru yang amanah/profesional dan berakhlakul karimah.
9. Memotivasi para koordinator, kepada sekolah dan para guru senantiasa mohan petunjuk dan per-tolongan kepada Allah demi kemajuan lembaga-nya dan mencari keridhaan-Nya.


Ciri-Ciri Qira’ati

1. Tidak di dijual secara bebas
2. Guru-guru lewat tashih dan pembinaan
3. Kelas TKP/TPQ dalam disiplin yang sama.

Dawuh-Dawuh Gus Miek

Dhawuh 1

Saya adalah mursyid tunggal Dzikrul Ghofilin.

“Lho, Gus kok berkata begitu bagaimana dengan farid dan syauki..?” tanya Gus Ali sidoarjo.”mereka hanya meramaikan saja” , jawab Gus Miek

Dhawuh 2

Demi Allah, saya hanya bisa menangis kepada Allah, semoga sami’in yang setia, pengamal Dzikrul Ghofilin, semua maslah-masalahnya tuntas diperhatikan oleh Allah.


Dhawuh 3

Bila mengikuti Dzikrul Ghofilin, kalau tidak tahu artinya yang penting hatinya yakin.

Dhawuh 4

Barusan ada orang bertanya: Gus, Dzikrul Ghofilin itu apa..? saya jawab: “Jamu”.

Dhawuh 5

Dzikrul Ghofilin itu senjata pamungkas, khususnya menghadapi tahun 2000 ke atas

Dhawuh 6

Ulama sesepuh yang dikirimi fatihah oleh orang-orang yang tertera atau tercantum dalam Dzikrul Ghofilin itu yang akan saya dan kalian ikuti di akhirat nanti.

Dhawuh 7

Dekatlan kepada Allah..! kalau tidak bisa, dekatlah dengan orang yang dekat denganNya.



Dhawuh 8

Kemanunggalan sema’an Al Qur’an dan Dzikrul Ghofilin adalah sesuatu yang harus di wujudkan oleh pendherek, pimpinan Dzikrul Ghofilin, dan jama’ah sema’an Al Qur’an. Sebab antara sema’an Al Qur’an kaliyan Dzikrul Ghofilin ingkang sampun dipun simboli kaliyan fatihah miata marroh ba’da kulli shalatin, meniko berkaitan manunggal.

Dhawuh 9

Semoga Dzikrul Ghofilin ini menjadi ketahanan batiniah kita, sekaligus penyangga kita di hari Hisab (hari perhitungan amal). Itulah yang paling penting..!

Dhawuh 10

Nuzulul Qur’an yang bersamaan dengan turunnya hujan ini, semoga menjadi isyarat turunnya petunjuk kepada saya dan kalian semua, seperti firman Allah: “Ulaika ‘ala hudan min rabbihim wa ulaika hum al-muflihun” (Mereka telah berada di jalan petunjuk , dan mereka adalah orang-orang yang beruntung).

Dhawuh 11

Barusan ada orang yang bertanya: Gus, bagaimana saya ini, saya tidak bisa membaca Al Qur’an..? saya jawab: “Paham atau tidak, yang penting sampean datang ke acara sema’an, karena mendengarkan saja besar pahalanya”.

Dhawuh 12

Sejak sekarang, yang kecil harus berpikir: kelak kalau besar, aku besar seperti apa, yang besar harus berpikir, kalau tua kelak, aku tua seperti apa, yang tua juga harus berpikir, kelak kalau mati, aku mati dalam keadaan seperti apa.

Dhawuh 13

Dalam sema’an ada seorang pembaca Al Qur’an, huffazhul Qur’an dan sami’in. Seperti ditegaskan oleh sebuah hadits: Baik pembaca maupun pendengar setia Al Qur’an pahalanya sama. Malah di dalam ulasan tokoh lain dikatakan: pendengar itu pahalanya lebih besar daripada pembacanya. Sebab pendengar lebih main hati, pikiran, dan telinganya. Pendengar dituntut untuk lebih menata hati dan pikirannya dan lebih memfokuskan pendekatan diri kepada Allah.



Dhawuh 14

Satu-satunya tempat yang baik untuk mengutarakan sesuatu kepada Allah adalah majelis sema’an Al Qur’an. Hal ini tertera di dalam (kalau tidak salah) tiga hadits. Antara lain Man arada an yatakallam ma’a Allah falyaqra’ Al Qur’an (siapa ingin berkomunikasi dengan Allah, hendaknya ia membaca Al Qur’an).



Dhawuh 15

Seorang yang ikut sema’an berturut-turut 20 kali saya jamin apa pun masalah yang sedang dihadapinya pasti akan beres/tuntas.

Dhawuh16

Ada seorang datang kepada saya: “Gus, problem saya bertumpuk-tumpuk, saya sudah mengikuti sema’an 19 kali, tinggal 1 kali lagi, kira-kira masalah saya nanti tuntas atau tidak..?” saya jawab: “yang sial itu saya, kok bertemu dengan orang yang mempunyai masalah seperti itu.”



Dhawuh 17

Saya sendiri sebagai pencetus sema’an Al Qur’an ternyata kurang konsekuen, sementara sami’in datang dari jauh, bahkan hadir sejak subuh, mulai surat Al fatihah dibaca sampai berakhir setelah doa khotmil Qur’an malam berikutnya baru mereka pulang. Sedang saya ini, baru datang kalau sema’an Al Qur’an akan diakhiri. Itu pun tidak pasti. Terkadang saya berpikir, saya ini seorang yang dipaksakan untuk siap dipanggil kiai.



Dhawuh 18

Berapa yang hadir setiap sema’an? Jangan lebih lima persen. Nanti bila sami’innya terlalu banyak, saya hanya menangis dan membaca Al Fatihah, lalu pulang. Saya sadar, saya tidak mampu berbuat apa-apa. Jangankan untuk orang banyak, untuk satu orang saja saya tidak bisa.



Dhawuh 19

Kalau saya nongol, mungkin tak cukup semalaman. Satu persatu harus dilayani. Saya besok ke mana? Apa yang harus saya lakukan? Kami tidak punya modal? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, Dan, saya dituntut untuk memberikan keterangan yang bisa mereka terima, setidaknya agak menghibur, dengan lelucon atau dengan pengarahan yang pas.

Dhawuh 20

Semoga sema’an dan Dzikrul Ghofilin ini kelak menjadi tempat duduk-duduk dan hiburan anak cucu kita semua.

Dhawuh 21

Alhamdulillah, saya adalah yang pertama memberitahukan kepada “anak-anak” tentang makna dan kegunaan sema’an Al Qur’an. Di tengah maraknya Al Qur’an diseminarkan dan didiskusikan, Alhamdulillah masih ada kelompok kecil yang menyakini bahwa Al Qur’an itu mengandung berkah.



Dhawuh 22

Saya mengambil langkah silang dengan mengatakan kepada anak-anak yang berkumpu agar sebulan sekali mengadakan pertemuan, ngobrol-ngobrol, guyon-guyon santai, syukur bisa menghibur diri dengan hiburan yang berbau ibadah yang menyentuh rahmat dan nikmat Allah. Kebetulan saya menemukan satu pakem bahwa pertemuan yang dibarengi dengan alunan Al Qur’an, membaca dan mendengarkannya, syukur-syukur dari awal sampai akhir, Allah akan memberikan rahmat dan nikmatNya. Jadi, secara batiniah, sema’an Al Qur’an ini menurut saya adalah hiburan yang bersifat hasnah (bernilai baik). Juga, pendekat diri kita kepada Allah dan tabungan di hari akhir. Itu pula yang benar-benar diyakini para pengikut sema’an Al Qur’an.



Dhawuh 23

Di bukit ini terdapat 3 tiang kokoh (panutan), yaitu (1) Syaikh Abdul Qodir Khoiri, seorang wali yang penuh kasih, (2) Abdul Sholih As-Saliki, seorang wali yang terus menjaga wudhunya demi menempuh jalan berkah, (3) Muhammad Herman, ia adalah wali penutup, orang-orang terbaik berbaur dengannya. Wahai tuhanku, berilah manfaat dan berkah mereka. Kumpulkan aku bersama mereka.



Dhawuh 24

Mengenai tata krama ziarah kubur, selayaknya lahir batin ditata dengan baik. Saya juga berpesan, kalau seseorang berceramah, hendaknya ia tidak meneliti siapa yang dimakamkan, juga riwayat hidupnya. Setidaknya hal demikian ini hukumnya makruh.

Dhawuh 25

Tiga orang yang tidur ini hidup sebelum Wali songo. Orang-orang banyak datang kesini. Demikian juga orang-orang yang sakit, mereka kalau datang ke sini sembuh.

Dhawuh 26

Kelak, bila aku sudah tiada, yang saya tempati ini (makam tambak) bertambah ramai (makmur)

Dhawuh 27

Saya disini hanya ittiba’(mengikuti) kiai sepuh, seperti kiai Fattah dan kiai Mundzir. Di sini, dulu pernah dibuat pertemuan kiai-kiai pondok besar.

Dhawuh 28

Makam ini yang menemukan keturunan Pangeran Diponegaoro. Dulu, desa ini pernah dibuat istirahat oleh pangeran Diponegoro. Di desa ini tidak ada shalat dan tidak ada apapun. Keturunan Diponegoro ini ada dua, yang satu menjadi dukun sunat tetapi kalau berdandan nyentrik, sedang adiknya jadi pemimpin seni jaranan.

Dhawuh 29

Berbaik sangka itu sulit. Jangankan berbaik sangka kepada Allah, kepada para wali dan para kiai sepuh saja sulit.

Dhawuh 30

Di tambak itu, kalau bisa bersabar, akan terasa seperti lautan, dan kalau bisa memanfaatkan, akan banyak sekali manfaatnya. Tapi kalau tidak bisa memanfaatkan, ia akan bisa menenggelamkan.

Dhawuh 31

Huruf hijaiyah itu ada banyak ada ba’, jim, dhot, sampai ya’. Demikian juga dengan taraf ilmu seseorang. Ada orang yang ilmunya cuma sampai ba’, ada orang yang ilmunya sampai jim, ada orang yang ilmunya sampai dhot saja. Nah, orang yang ilmunya seperti itu tidak paham kalau di omongi huruf tha’, apalagi huruf hamzah dan ya’.

Dhawuh 32

Saya bukan kiai, saya ini orang yang terpaksa siap dipanggil kiai. Saya juga bukan ulama. Ulama dan kiai itu beda. Kiai dituntut untuk punya santri dan pesantren. Ulama itu kata jamak yang artinya beberapa ilmuwan. Ketepatan saja saya punya bapak yang bisa ngaji dan punya pesantren. Itu pun tidak ada hubungannya dengan saya yang lebih banyak berkelana. Dari berkelana itu lahirlah sema’an Al Qur’an. Jadi, hiburan “anak-anak” dan saya datang bukan atas nama apa-apa. Hanya salah satu pengikut sama’an Al Qur’an, yang bukan sami’in setia bukan pengikut yang aktif.



Dhawuh 33

Nanti, kalau suamimu berani menjadi kiai harus sanggup hidup melarat.

Dhawuh 34

Akhirnya (maaf), kita menyadari bahwa kaum ulama, lebih-lebih seperti saya, dituntut untuk menggali dana yang lebih baik, dana yang benar-benar halal, kalau kita memang mendambakan ridho Allah.

Dhawuh 35

Di era globalisasi ini kita dituntut untuk lebih praktis, tidak terlalu teoretis. Semua kiai dan ulama sekarang ini dituntut mengerti bahwa dirinya punya satu tugas dari Allah, yakni membawa misi manusiawi.



Dhawuh 36

Kalau ingin pondok pesantrennya besar, itu harus kaya terlebih dahulu. Nah, kaya inilah yang sulit.

Dhawuh 37

Pondok pesantren ini, walaupun kecil, mbok ya biarkan hidup, yang luar biar di luar, yang dalam biar di dalam.

Dhawuh 38

Saya punya pertanyaan buat diri saya sendiri: mampukah saya mengatarkan “anak-anak?” Sedang ulama saja banyak yang kurang mampu mengantarkan anak-anak untuk saleh dan sukses. Suksenya diraih, salehnya meleset. Di dalam pesantren sama sekali tidak diajarkan keterampilan. Timbul pertanyaan: Bagaimana anak-anak kami nanti di masa mendatang, bisnisnya, ekonominya, nafkahnya hariannya? Mungkinkah mereka berumah tangga dengan kondisi seperti ini?.

Dhawuh 39

Mbah, manusia itu kalau punya keinginan, hambatannya Cuma dua. Godaan dan hawa nafsu. Kuat cobaan apa tidak, kuat dicoba apa tidak.

Dhawuh 40

Para santri itu lemah pendidikan keterampilannya. Sudah terlanjur sejak awalnya begitu. Tapi Alhamdulillah, di pesantren-pesantren seperti Gontor dan pondok pabelan diajarkan keterampilan-keterampilan. Di sana, keterampilannya ada, tapi wiridannya tidak ada. Saya senang pesantren yang ada wiridannya.



Dhawuh 41

Sukses dalam studi belum menjamin sukses dalam hidup. Pokoknya, di luar buku, di luar bangku, di luar kampus, masih ada kampus yang lebih besar, yakni kampus Allah. Kita harus banyak belajar. Antara lain belajar dangdut Jawa, belajar tolak berhala, dan belajar tolak berhala itu sulit sekali! Sulit sekali.



Dhawuh 42

Hidup ini sejak lahir hingga mati, adalah kuliah tanpa bangku.



Dhawuh 43

Mbah, kamu itu ketika mengaji, jika dipanggil ayah, ibu atau putra-putra ayah, siapa saja itu, jangan menunggu selesai mengaji, langsung saja ditaruh kitabnya, lalu menghadap dengan niat mengaji.

Dhawuh 44

Seorang (santri) yang tak kuat menahan lapar, bahayanya orang (santri) itu di pondok bisa berani banyak utang.

Dhawuh 45

Mbah, kalau kamu menggantungkan kiriman dari rumah, kalau belum dikirim jangan mengharap-harap dikirim, semua sudah diatur oleh Allah.

Dhawuh 46

Sekarang, mencari orang bodah itu sulit, sebab orang bodoh kini mengaku pintar. Kelak, kalau kamu sekolah, berlaku bodah saja. Bagaimana caranya? Pura-pura saja, dan harus bisa pura-pura bodoh. Maksudnya, kamu harus pintar membedakan antara orang bodoh dengan orang yang pura-pura bodoh.

Dhawuh 47

Dunia itu memang sedikit, tapi tanpa dunia, seseorang bisa mecicil (blingsatan).

Dhawuh 48

Jadi orang itu harus mencari yang halal, jangan sampai jadi tukang cukur merangkap jagal.



Dhawuh 49

Miskin dunia sedikitnya berapa, tak ada batasannya demikian juga kaya dunia. Seorang yang kaya pasti ada yang di atasnya, seorang yang melarat banyak temannya. Orang kaya pasti ada kurangnya. Ini adalah ilmu Jawa, tidak perlu muluk-muluk mengkaji kitab kuning.

Dhawuh 50

Kamu memilih kaya-sengsara atau melarat-terlunta? Maksudnya, kaya-sengsara itu adalah di dunia diganggu hartanya, sedang di akhirat banyak pertanyaannya.

Dhawuh 51

Gus, tolong saya didoakan kaya. “kaya buat apa?”, tanya Gus Miek. Buat membiayai anak saya. Royan, kamu tak usah khawatir, saya berdoa kepada tuhan agar orang selalu baik dan membantu kamu. Adapun orang yang berbuat buruk atau berniat buruk kepadamu akan saya potong tangannya. Kelak, dirimu saya carikan tempat yang lebih baik dari dunia ini.



Dhawuh 52

Royan, kamu ingin kaya ya? Kalau sudah kaya, nanti kamu repot lho.



Dhawuh 53

Orang kaya yang masuk surga itu syaratnya harus baik dengan tetangganya yang fakir.

Dhawuh 54

Seorang fakir yang tahan uji, yang tetap bisa tertawa dan periang. Sedang hatinya terus mensyukuri keadaan-keadaannya, masih lebih terhormat dan lebih unggul melebihi siapa pun, termasuk orang dermawan yang 99% hak milinya diberikan karena Allah, tetap saja masih unggul fakir yang saleh tadi.

Dhawuh 55

Saat memimpin doa pada acara haul KH. Djazuli Ustman, Gus Miek membaca Ayyuha ad-dunya thallaqtuka fa’anta thaliqah.(Wahai dunia, aku telah menalak kamu, sungguh aku telah mentalak kamu). Gus Miek lalu berhenti dan berkomentar:

Doa-doa seperti ini janan sampai kalian ikut mengamini, belum mengamini saja sudah senin kemis, apalagi mengamini, bertambah dalam (terperosok) lagi.

Dhawuh 56

Maaf, kalau saya harus mengatakan: Anda sebaiknya punya keterampilan. Jangan malu mengerjakan yang kecil, asal halal. Karena banyak sekali rekanan saya yang malu, misalnya jualan kopi di ujung sana, di sektor informal. Kok jualan kopi sih? Padahal saya mendambakan menjadi karyawan bank, biar terdengar keren dengan gaji tinggi. Kok ini? Kata mereka. Padahal ini halal menurut Allah dan sangat mulia. Sayang, mereka salah menempatkan, menjaga gengsi di hadapan manusia. Nah, ini tidak konsekuen, ini terlanjur salah kaprah. Kalau saya mengatakannya secara salah, saya yang terjepit.

Dhawuh 57

Saya ini kan lain. Walau income resmi enggak ada, tanah tak punya, tapi ada rekanan yang lucu-lucu. Hingga rasa tasyakurlah yang lebih berkobar. Bukan rasa kurang atau yang lain.

Dhawuh 58

Ada satu kios kecil yang isi dengan kebutuhan kampung seperti lombok, beras dan gula, di tempat yang sami’in tidak tahu. Kios itu saya percayakan pada seseorang. Terserah dia! Dan, tidak harus untung. Mungkin dia sendiri harus belajar untuk menerima kenyataan. Termasuk untuk tidak untung.

Dhawuh 59

Jadilah seburuk-buruk manusia di mata manusia tetapi luhur di mata Allah.

Dhawuh 60

Tidak apa-apa dianggap seperti PKI tetapi kelak masuk surga.

Dhawuh 61

Hidup itu yang penting satu, keteladanan.



Dhawuh 62

Kunci sukses adalah bergaul, dan di dalam bergaul kita harus ramah terhadap siapa saja. Sedang prinsipnya adalah bahwa pergaulan harus menjadikan cita-cita dan idaman kita tercapai, jangan sebaliknya.

Dhawuh 63

Segala langkah, ucapan, dan perbuatan itu yang penting ikhlas, hatinya ditata yang benar, tidak pamrih apa-apa.

Dhawuh 64

Kalau ada orang yang menggunjing aku, aku enggak usah kamu bela. Kalau masih kuat, silakan dengarkan, tapi kalau sudah tidak kuat, menyingkirlah.



Dhawuh 65

Kalau ada orang yang menjelek-jelekkan, temani saja, jangan menjelek-jelekkan orang yang menjelek-jelekkan. Kalau memang senang mengikuti sunnah nabi, ya jangan dijauhi mereka itu karena nabi itu rahmatan lil alamin.

Dhawuh 66

Kita anggota sami’in Dzikrul Ghofilin khususnya, ayo ramah tamah secara lahir dan batin dengan orang lain, dengan sesame, kita sama-sama manusia, walaupun berbeda wirid dan aliran. Kita harus mendukung kanan dan kiri yang sudah terlanjur mantab dalam Naqsabandiyah, Qodiriyah, atau ustadz-ustadz Tarekat Mu’tabarah. Jangan sampai terpancing untuk tidak suka, tidak menghormati pada salah satu wirid yang jelas muktabar dengan pedoman-pedoman yang sudah terang, khusus dan tegas

Dhawuh 67

Tadi ada orang bertanya: Gus, saya ini di kampung bersama orang banyak. Jawab saya: Yang penting ingat pada Allah, tidak merasa lebih suci dari yang lain, tidak sempat melirik maksiat orang lain, dengan siapa saja mempunyai hati yang baik, itulah ciri khas pengamal Dzikrul Ghofilin.

Dhawuh 68

Era sekarang, orang yang selamat itu adalah orang yang apa adanya, lugu dan menyisihkan diri.

Dhawuh 69

“Miftah, kamu masih tetap suka bertarung pencak silat?” Tanya Gus Miek. Lha bagaimana Gus, saya ikut, jawab Miftah. “Kalau kamu masih suka (bertarung) pencak, jangan mengharap baunya surga.”



Dhawuh 70

Saya lebih tertarik pada salah seorang ulama terdahulu, contohnya Ahmad bin Hambal. Kalau masuk tempat hiburan yang diharamkan Islam, dia justru berdoa: “Ya Allah, seperti halnya Kau buat orang-orang ini berpesta pora di tempat seperti ini, semoga berpesta poralah mereka di akhirat nanti. Seperti halnya orang-orang di sini bahagia, semoga berbahagia pula mereka di akhirat nanti.” Ini kan doa yang mahal sekali dan sangat halus. Tampak bahwa Ahmad bin Hambal tidak suka model unjuk rasa, demonstrasi anti ini anti itu. Apalagi seperti saya yang seorang musafir, saya dituntut untuk lebih menguasai bahasa kata, bahasa gaul, dan bahasa hati.

Dhawuh 71

Seorang yang diolok-olok atau dicela orang lain, apa itu termasuk sabar? Badanya sakit, anaknya juga sakit, istrinya meninggal, apa itu juga termasuk sabar? Hartanya hancur, istrinya mati, anaknya juga mati, apa itu termasuk orang yang sudah sabar? Seperti itu tidak bisa disebut sebagai orang sabar, entah sabar itu bagaimana, aku sendiri tidak mengerti.

Dhawuh 72

Tadi, ada orang yang bertanya: periuk terguling, anak-istri rewel, hati sumpek, pikiran ruwet, apa perlu pikulan ini (tanggung jawab keluarga) saya lepaskan untuk mencari sungai yang dalam (buat bunuh diri). Saya jawab: Jangan kecil hati, siapa ingin berbincng-bincang dengan Allah, bacalah Al Qur’an.

Dhawuh 73

Tadi ada yang bertanya: Gus, bagaimana ya, ibadah saya sudah bagus, shalat saya juga bagus, tetapi musibah kok datang dan pergi? Saya jawab: mungkin masih banyak dosanya, mungkin juga bakal diangkat derajat akhiratnya oleh Allah; janganlah berkecil hati.

Dhawuh 74

Orang-orang membacakan Al-Fatehah untukku, katanya aku ini sakit. Aku ini tidak sakit, hanya fisikku saja yang tidak kuat karena aktivitasku ini hanya dari mobil ke mobil, dan tidak pernah libur.

Dhawuh 75

Ada empat macam perempuan yan diidam-idamkan semua orang (lelaki). Perempuan yang kaya, perempuan bangsawan, dan perempuan yang cantik. Tapi ada satu kelebihan yan tidak dimiliki oleh ketiga perempuan itu, yaitu perempuan yang berbudi.



Dhawuh 76

Anaknya orang biasa itu ada yang baik dan ada yang jelek. Demikian juga anaknya kiai, ada yang baik dan ada yang jelek. Jangankan anaknya orang biasa atau anaknya kiai, anaknya nabi pun ada yang berisi dan ada yang kosong. Kalau sudah begini, yang paling baik bagi kita adalah berdoa.

Dhawuh 77

Di tengah-tengah sulitnya kita mengarahkan istri, menata rumah tangga, dan sulitnya menciptakan sesuatu yang indah, sedang tanda-tanda musibah pun tampak di depan mata, semua itu menuntut kita menyusun ketahanan batiniah, berusaha bagaimana agar Allah sayang dan perhatian kepada kita semua.

Dhawuh 78

Tadi, ada orang yang bertanya: anak saya nakal, ditekan justru menjadi-jadi, bagaimana Gus? Nasehat orang tua terhadap anaknya janganlah menggunakan bahasa militer, pakailah bahasa kata, bahasa gaul, dan bahasa hati.

Dhawuh 79

Gus, kenapa Anda menamakan anak Anda dengan bahasa Arab dan non Arab? Begini, alas an saya menamakan dengan dua bahasa itu karena mbahnya dua; mbahnya di sini santri, mbahnya di sana bukan. Mbahnya di sini biar memanggil Tajud karena santri, mbahnya di sana yang bukan santri biar memanggil Herucokro; mbanya di sini biar memanggil sabuth, mbahnya di sana biar memanggil panotoprojo.

Dhawuh 80

Menurut Anda, bagaimana sebaik-baiknya busana muslim itu? Jilbab kan banyak dipertentangkan akhir-akhir ini? Pada akhirnya, seperti penggabungan Indonesia, Siangapura, Malaysia, Thailand, Brunei, dan Filipina menjadi ASEAN, tidak menutup kemungkinan, ada bahasa dan busana ASEAN. Sehingga siapa pun dengan terpaksa untuk ikut dan patuh. Ya, kita sebagai orang tua harus diam kalau itu nanti terjadi, dan kalau ingin selamat, ya mulai sekarang kita harus berbenah.

Dhawuh 81

Saya kira-kira dituntut untuk lebih menggalakkan ibadatul qalbi (ibadah dalam hati). Mungkin begitu. Sebetulnya putrid rekan-rekan ulama juga sudah banya yang terbawa arus; ya sebagian ada yang masih mengikuti aturan, tetap berjilbab, misalnya. Tetapi ada juga yang tetap berjilbab karena sungkan lantaran orang tuanya mubaligh. Secara umum, sudah banyak yang terbawa arus.

Dhawuh 82

Dunia ini semakin lama semakin gelap, banyak hamba Allah yang bingung, dan sebagian sudah gila. Sahabat Muazd bin Jabbal berkata: “siapa yang ingat Allah di tengah-tengah dunia yang ramainya seperti pasar ini, dia sama dengan menyinari alam ini.”

Dhawuh 83

Memiliki lidah atau mulut itu jangan dibirkan saja, lebih baik dibuat zikir pada Allah, dilanggengkan membaca lafal Allah.

Dhawuh 84

Hadirin tadi ada orang yang bertanya: Gus, pendengar Al Qur’an ini kalau usai shalat fardhu, yang terbaik membaca apa ya? Saya jawab: Untuk wiridan, kecuali kalian yang sudah mengikuti sebagian tarekat mu’tabarah, baik membaca Al Fatehah 100 kali. Ini juga menjadi simbolnya Dzikrul Ghofilin. Resepnya, mengikuti imam Abu Hamid Al Ghazali, yang juga diijasahnya oleh adiknya, Syaikh Ahmad Al Ghazali.

Dhawuh 85

Trimah, kamu pasti mau bertanya: Kiai, wiridannya apa, mau bertanya begitu kan? Tidak sulit-sulit, baca shalawat sekali, pahalanya 10 kali lipat; jangan repot-repot, baca shallallah ‘ala Muhammad, itu saja, yang penting benar.



Dhawuh 86

Saya punya penyakit yang orang lain tidak tahu. Saya ini terus terang tamak, takabur yang terselubung, dan diam-diam ingin kaya. Padahal saya punya persoalan khusu dengan Allah. Artinya, saya adalah hamba yang diceramahkan, sedang Allah yang sudah saya yakini adalah sutradara.

Dhawuh 87

Persoalan mengenai hakikat hidup di dunia masih sering kita anggap remeh. Olih karena itu, sangat perlu dilakukan sebentuk muhasabah. Sejauh mana tauhid kita, misalnya. Dan, ternyata kita belum apa-apa. Kita belum menjadi mukmin dan muslim yang kuat.

Dhawuh 88

Taqarrub (pendekatan) kita kepada Allah seharusnya menjadi obat penawar bagi kita. Apa pun yang terjadi, apa pun yang diberikan Allah, syukuri saja. Sayang, terkadang kita belum bisa menciptakan keadaan yang demikian. Kita seharusnya bangga menjadi orang yang fakir. Sebab sebagian penghuni surga itu adalah orang –orang fakir yang baik.

Dhawuh 89

Dahulu, pada usia sekitar 10 tahun, saya sering didekati orang,dikira saya itu siapa. Ungkapan orang yang datang kepada saya itu-itu saja: minta restu atau mengungkapkan kekurangan, terutama yang berhubungan dengan materi. Perempuan yang mau melahirkan juga datang. Dikira saya ini bidan. Karena makin banyak orang berdatangan, lalu saya menyimpulkan: jangan-jangan saya ini senang dihormati orang, jangan-jangan saya ini dianggap dukun tiban juru penolong atau orang sakti.

Dhawuh 90

Surga itu miliknya orang-orang yang sembahyang tepat pada waktunya.

Dhawuh 91

Shalat itu, yang paling baik, di tengah-tengah Al-Fatehah harus jernih pikiran dan hati.

Dhawuh 92

Shalat itu, yang paling baik adalah berpikir di tengah-tengah membaca Al-Fatehah.



Dhawuh 93

Coro pethek bodon. Di akhirat, bila berbuat buruk satu, berbuat baik satu itu rugi. Di akhirat, bila berbuat buruk satu, berbuat baik dua itu rugi. Di akhirat, bila berbuat buruk satu, berbuat baik tiga itu baru untung.

Dhawuh 94

Kalau kamu ingin meningkat satu strip, barang yang kamu sayangi ketika diminta orang, berikan saja. Itu naik 1 strip, lebih-lebih sebelum diminta, tentu akan naik 1 strip lagi.



Dhawuh 95

Seorang yang berani melakukan dosa, harus berani pula bertobat.



Dhawuh 96

Kalau kamu mengerjakan kebaikan, sebaiknya kau simpan rapat-rapat; kalau melakukan keburukan, terserah kamu saja: mau kau simpan atau kau siarkan.

Dhawuh 97

Kowe arep nandi Sir? Tanya Gus Miek. Badhe tumut ujian, jawab Siroj. Kapan? tanya Gus miek . sak niki, jawab Siroj. Golek opo?, Tanya Gus Miek lagi. “Ijasah,” jawab Siroj juga. Lho kowe ntukmu melu ujian ki mung golek ijasah, e mbok sepuluh tak gaekne. Yoh, dolan melu aku.

Artinya:

Kalau kamu ikut ujian hanya untuk ijasah, sini, mau 10 saya buatkan, ayo ikut saya.

Dhawuh 98

“Kamu mau kemana sir?” Mau ngaji. “Biar dapat apa?” Biar masuk surga. “jadi, alasan kamu mengaji itu hanya untuk mencari surga? Jadi, surga bisa kamu peroleh dengan mengaji? Kalau begitu, sudah kitabmu ditaruh saja, ayo ikut bersama saya ke Malang.

Dhawuh 99

Saya katakana kepada anak-anak, Dzikrul Ghofilin jangan sampai diiklankan atau dipromosikan sebagai senjata pengatrol kesuksesan duniawi.

Dhawuh 100

Saya imbau, jangan sampai ada yang berjaga lailatul Qodar, itu ibarat memikat burung perkutut.

Dhawuh 101

Belum tahun 2000 saja sudah begini; bagaimana kelak di atas tahun 2000? Dunia ini semakin lama semakin panas, semakin lama semakin panas, semakin lama semakin panas.

Dhawuh 102

Saya senang orang-orang Nganjuk karena orangnya kecil-kecil. Ini sesuai sabda nabi: “Orang itu yang baik berat badannya 50.” Juga, ada sabda lain yang menguatkan : “Orang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling sedikit makannya.” Ini sesuai firman Allah: Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan rasa lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut (QS. Quraiys: 4).

Lapar adalah syarat untuk menghasilkan tujuan. Maka, siapa tidak senang lapar, ia bukan bagian dari ahli khalwat (menyendiri).

Dhawuh 103

Miftah, kalau kamu nanti sudah pulang dari mondok, jangan suka menjadi orang terdepan.



Dhawuh 104

Biarkan dunia ini maju. Akan tetapi, bagi kita umat Islam, akan lebih baik kalau kemajuan di bidang lahiriah dan umumiyah ini dibarengi dengan iman, ubudiyah, serta sejumlah keterampilan positif. Jadi, memasuki era globalisasi menuntut kita untuk lebih meyakini bahwa shalat lima waktu itu, misalnya, adalah senam atau olah raga yang paling baik. Setidak-tidaknya, bagi orang Jawa bangun pagi itu tentu baik. Apalagi kita yang mukmin. Dengan bangun pagi dan menyakini bahwa kegiatan shalat Subuh adalah senam olah raga yang paling baik, otomatis kita tersentuh untuk bergegas selakukan itu.

Dhawuh 105

Sir, kalau kamu mau bertemu aku, bacalah Al-Fatehah 100 kali.

Dhawuh 106

Kalau mau mencari aku, di mana dan kapan saja, silakan baca surah Al-Fatehah.



Dhawuh 107

Mbah, kalau kamu mau bertemu aku, sedang kamu masih repot, kirimi saja aku Al-Fatehah, 41kali.

Dhawuh 108

Mencari aku itu sulit; kalau mau bertemu dengan aku, akrablah dengan keluargaku, itu sama saja dengan bertemu aku.

pesan pesan KH. Dachlan Salim Zarkasyi

NAWAITU DAN VISI MISI QIRAATI

* Qiraati bukan hasil fikiran manusia, Qiraati bukan karangan saya, Qiraati adalah inayah dan hidayah minallah.
* Saya duduk, saya kelihatan tulisan. Jadi kalau ditanya, “mengapa pelajaran ikhfa di jilid 4, sedangkan idhar di jilid 6,?” jawabannya, “Tidak tahu, saya tidak ikut ngarang.”
* Saya tidak jual buku, saya ingin anak-anak nanti ngajinya benar. Kalau saya jual buku, buat apa repot repot membentuk Kooordinator, titipkan saja ke toko-toko buku, selesai.
* Saya tidak pingin yang pakai Qiraati banyak. Saya pingin anak yang ngaji pakai Qiraati, ngajinya benar.
* Qiraati tidak disebar-sebarkan, saya tidak pernah menyebarkan Qiraati. Qiraati menyebar minallah.

METODOLOGI

* Kegagalan mengajar tempo dulu sebabnya ialah, terlalu toleransi pada anak-anak. Pelajaran belum bisa dan anaknya minta tambah, ditambah. Satu halaman, dua halaman belum masalah, setelah halaman 15 pelajaran tidak bisa diteruskan dan disuruh kembali ke halaman pertama, tidak mau. Akhirnya, karena merasa tidak berhasil, ngajinya pindah.
* Insya Allah setelah TK al-Quran berdiri, dua tahun sudah hataman. Di sini (Semarang) santri 90, setelah 2 tahun, khatam 20 santri ( + 20 %).
* Tidak ada murid yang bodoh. Kalau ada yang bodoh, paling dalam 100 ada 1 atau 2 murid saja.
* Kalau ada guru yang mengatakan, “Murid saya bodoh-bodoh.” “Apa bukan gurunya,” tanya beliau.
* Dan kalau ada anak yang bodoh seperti itu, maka cara yang tepat ialah gurunya sowan ke rumah orang tuanya agar orang tuanya sabar.
* Qiraati tidak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana. Semua yang lulus tashih boleh mengajarkan Qiraati (yang belum lulus tashih walaupun teman atau saudara tidak boleh mengajar Qiraati).

UJIAN SANTRI, KHATAMAN, DAN IMTIHAN

* Khatam Qiraati jilid 6 adalah khatam Tingkat Persiapan, insya Allah sudah bisa baca al Quran dengan tartil (belum khatam).
* Kalau dulu santri ngaji sampai با لناس dikhatami, sekarang di TK al Quran sampai dengan با لناس baca al Qurannya diulangi الم lagi, belum dikhatami sampai gharib dan ilmu tajwid khatam.
* Khatam TK al Quran, khatam al Qurannya bisa 2 kali, 3 kali, atau sampai 5 kali.
* Khataman ini adalah khataman untuk pendidikan, dan ini lebih cocok (karena model tadarus ini lebih efektif dibandingkan dengan model tallqi).
* Saya diundang khataman di Kudus, bacaan gharibnya bagus tapi baca al Qurannya tidak tartil.
* Baca ان طهرا gharibnya benar, tapi an tha “salah” tidak dengung. Saya sampaikan kepada Kepala TK al Qurannya bahwa, “anak-anak belum boleh dikhatami, masih jilid 3.”
* Khataman jangan diganti dengan wisuda
* Khataman tidak harus meriah (mewah), pernah di sini (Semarang), khataman cukup dengan mengeluarkan minuman the dan kantong plastik, sedangkan isinya dari (sumbangan) wali murid.
* Kalau akan mengadakan khataman, wali murid yang dikahtami diajak rapat, mau khataman di gedung atau di sini (TPQ), terserah wali murid.

KRITIK DAN SARAN KH. DAHLAN SALIM ZARKASYI

* Saya tidak pernah dengar guru al Quran mengatakan, “al hamdulillah saya telah dijadikan Allah sebagai guru al Quran, padahal, خيركم من تعلم القرأن و علمه
* Berapa nilai pahala خيركم ?
* Yang sering saya dengarkan guru mengeluhkan santrinya dan pengurusnya, (orang bersyukur tidak suka mengeluh).
* Guru al Quran harus sering tadarus al Quran.
* Guru al Quran harus ikhlas.
* Saya kira tidak ada guru al Quran yang ingin cari sesuatu (nafkah dalam mengajar al Quran).
* Kalau ada orang memberi sesuatu pada kita, maka cepat-cepat doakan semoga rizkinya barokah.
* Guru al Quran supaya hati-hati dalam mengajarkan al Quran.

PESAN-PESAN LAIN

* Guru ngaji harus sabar dan ikhlas
* Guru ngaji harus sering tahajjud
* Guru ngaji harus sering tadarus al Quran
* Qiraati tidak boleh dinyok-nyoke (ditawar-tawarkan).

Qiraati hanya diberikan kepada yang mau, jangan diberikan kepada yang tidak mau. Waktu itu Bunyamin bertanya maksudnya.

“Mereka yang mau adalah yang mau mengikuti aturan main yang telah saya tetapkan. Mereka yang tidak mau adalah mereka yang tidak mengikuti aturan mainnya, sak karepe dewe, walaupun mereka telah memakai Qiraati cukup lama,” jawab Ayah

Senin, 22 November 2010

antara ada dan dikira tak ada

semua ini pasti ada skenarionya, yaitu allah swt, kita sebagai umat yang membutuhkan belas kasihan Nya, kita belajar tidak harus dengan apa apa yang terlihat tapi kita juga bisa belajar melalui cara yang tidak terlihat baik belajar dengan sendirinya ataupun dengan yang dipujanya